Tuesday, October 9, 2012


WAJAH PETANI HARI INI

Oleh: Titing Kartika, S.Pd, MM, MBA
(Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Jakarta (2010)/Pemerhati Sosial Budaya/Bergiat dalam program Women Empowerment (Pemberdayaan Perempuan) Kota Bekasi, 2007)/Berasal dari keluarga petani

Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tanggal 24 September tahun 1960 adalah titik tolak bangkitnya kaum tani di Indonesia sekaligus ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional (HTN) pada tanggal tersebut. Itu artinya, pada tahun ini (2012) HTN sudah menginjak usia 52 tahun. Sebuah angka yang seharusnya dapat dimaknai dengan kata kestabilan, kesejahteraan, dan suka cita. Namun pertanyaannya apakah makna itu sudah bisa dirasakan oleh kaum tani di Indonesia, dan apakah senyum sejahtera itu sudah tampak pada wajah-wajah mereka?
            Pak Entoh (53 tahun) seorang petani padi di Dusun Kaliaren Desa Banjarangsana Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis Jawa Barat mengeluhkan hasil panennya yang bisa terbilang gagal dikarenakan kemarau panjang yang menyebabkan lahan sawahnya kekeringan. Jika dihitung-hitung hasil panen dengan biaya pemeliharaan sawahnya jauh dari kata untung malah buntung. Dia pun mennceritakan bagaimana harga pupuk yang mahal walau katanya sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah. Belum lagi dengan bayar upah bajak sawah. Walaupun saat ini sudah ada konversi dari tenaga kerbau ke tenaga mesin traktor tetap saja tidak berarti menurunkan biaya operasional rawat sawah secara signifikan. Kondisi ini dirasakan tidak hanya oleh Pak Entoh namun dirasakan oleh petani-petani lainnya di dusun ini dan mungkin oleh sebagian besar petani di Indonesia.
Dengan hasil panen yang tidak optimal, tentunya ini akan berdampak pada kehidupan ekonomi para petani. Tak jarang dari mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja harus ngutang sana-sini. Sepertinya kehidupan petani terutama di desa-desa malah identik dengan kemiskinan, padahal petani memiliki peran besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan secara global. Peningkatan kesejahteraan petani jelas sangat penting karena akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Menurut World Development Report (WDR) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia menyatakan bahwa pertumbuhan domestik bruto (PDB) yang berasal dari pertanian empat kali lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan dibandingkan pertumbuhan PDB yang berasal dari sektor lain.  
Sementara itu, berdasarkan data sensus pertanian pada tahun 2003, penduduk yang rentan miskin sebanyak 27 juta jiwa yang didominasi oleh kaum tani kecil (gurem) yang mengolah tanah garapannya di bawah 0,5 hektar. Luas kepemilikan lahan yang sempit akan berdampak pada pendapatan para petani yang rendah. Di sisi lain petani tidak memiliki sertifikat yang bisa digunakan sebagai agunan. Akhirnya, tak jarang kondisi ini membuat mereka terjebak kepada tengkulak yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Di provinsi Jawa Barat sendiri, berdasarkan data dari Statistik Ekonomi Indonesia, Badan Pusat Statistik (2009) jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 yakni 2,53 juta orang (kota) dan 2,45 juta orang (desa). Hal ini menunjukkan masih banyaknya penduduk desa miskin yang sebagian besarnya berprofesi sebagai petani.
Wajah Petani
Lalu, sudah sejauh manakah usaha pemerintah untuk mensejahterakan para petani? Semoga program-program seperti revitalisasi pertanian yang didukung kebijakan pengembangan teknologi pertanian, perluasan lahan serta perbaikan manajemen akan menjadi tindakan yang solutif untuk para petani saat ini dan mereka (petani) segera dapat merasakan hasilnya. Memang ironis sekali, Indonesia sebagai negara agraris nan subur dengan posisi terletak di sepanjang garis khatulistiwa dimana rakyatnya sebagian besar hidup turun temurun sebagai petani namun kehidupan mereka jauh dari kata sejahtera. Padahal peran mereka untuk bangsa ini tak bisa dimarjinalkan. Seperti yang diungkapkan oleh Presiden pertama RI Soekarno dalam pidatonya saat meresmikan gedung Fakultas Pertanian di IPB pada tahun 1953 bahwa masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah bagaimana memberi makan penduduk. Berkenaan dengan memberi makan penduduk maka petanilah ditempatkan pada posisi yang bertanggung jawab untuk memberi makan penduduk, di samping harus memenuhi kebutuhan untuk diri dan keluarganya. Memang benar apa yang disampaikan oleh Soekarno bukan saucap-ucapna. Lihat saja kondisi saat ini saat para petani mengalami gagal panen karena disebabkan beberapa faktor, rakyat pun langsung “menjerit” karena beras sebagai makanan pokok menjadi mahal, sayur mayur sulit didapat serta bahan pangan lainnya pun turut melonjak. Ini seperti sebuah efek domino yang akan saling mempengaruhi.
Sepertinya sangat sulit membuat wajah petani tersenyum hari ini terlebih faktor alam seperti cuaca yang kurang mendukung selama proses bertani. Namun para petani tidak boleh berputus asa apalagi menghentikan diri sebagai petani. Semangat bertani harus mereka senantiasa tanamkan dalam sanubari masing-masing. Ini akan lebih baik jika daya dukung eksternal khususnya dari pemerintah kepada para petani juga menjadi prioritas. Sebagaimana yang disarankan oleh Bank Dunia agar negara berkembang mencanangkan investasi pertanian guna mengentaskan kemiskinan. Tapi sayang hal ini tidak dapat terealisasi dengan baik dengan alasan minimnya infrastruktur pertanian yang kita miliki. Begitu juga dengan harga pupuk dan pestisida. Kebijakan yang dibuat pemerintah seharusnya berpihak kepada para petani. Namun lagi-lagi para petani dihadapkan dengan harga pupuk dan pestisida yang tinggi. Jika hama mengancam gagal panen maka sikap responsif dari dinas-dinas pertanian untuk penanggulangan hama sangat diperlukan. Jangan biarkan para petani khususnya yang ada di daerah mengendalikan hama tanpa bantuan.
Pada momen Hari Tani Nasional ini diharapkan wajah para petani dapat sedikit tersenyum di tengah himpitan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Tanpa petani, rakyat Indonesia tak bisa makan. Dengan demikian jangan remehkan kaum tani di bumi ini. Selamat Hari Tani Nasional! 

Wednesday, April 29, 2009

SEBUAH REFLEKSI DARI KUNJUNGAN MUZIUM PADI DI NEGARA BAGIAN KEDAH-MALAYSIA
























Oleh: Titing Kartika
(Mahasiswa Program Pascasarjana, MBA of Tourism and Hospitality,
Universiti Utara Malaysia)

Mengunjungi muzium (museum) Padi di Malaysia, telah memberikan suatu refleksi yang menampar pikiran saya. Kesan pertama memasuki museum ini adalah sederhana, tertata dan menarik. Museum ini terletak kira-kira 8 kilometer dari Ibu Kota Kedah, Alor Star. Rombongan kami mahasiswa Indonesia dan Vietnam dari Universiti Utara Malaysia, disambut ramah oleh petugas berpakaian melayu yang sedang bekerja sebagai penjaga museum.

Sejarah singkat menggambarkan bahwa museum ini diresmikan oleh Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Haji Abdul Halim Syah, Sultan Negeri Kedah pada tanggal 12 Oktober 2004, bertepatan dengan tanggal 27 Syaban 1425. Museum ini adalah satu-satunya museum Padi yang ada di Malaysia. Tujuan pembangunan museum ini adalah selain sebagai tempat pariwisata yang didesain menarik, juga untuk sarana pendidikan. Informasi lain menjelaskan bahwa museum Padi diban
gun sebagai penghormatan kepada negara bagian Kedah sebagai penghasil padi terbaik di Malaysia.

Bentuk bangunan museum ini terdiri dari tiga lantai. Lantai 1 dan 2 menyampaikan informasi mengenai seluk beluk pertanian pada umumnya, seperti informasi alat-alat pertanian, bagaimana cara membajak sawah dari mulai cara tradisional sampai modern. Semua informasi disampaikan secara menarik dan tertata rapi. Begitu juga dengan jenis-jenis bibit unggul padi bisa didapatkan informasinya secara lengkap. Cukup menarik dan interaktif. Dilantai dua, khusus disuguhkan informasi berbagai jenis makanan yang bisa dibuat dari bahan dasar padi. Semua jenis makanan dipajang dalam sebuah box kaca, terkesan sangat ekslusif, tapi begitulah penyajiannya. Misalnya makanan seperti opak, raginang, dan kueh kering lainnya tampak memiliki nilai lebih saat di pajang seperti itu.

Sementara dilantai tiga ini pengunjung akan merasakan suasana museum yang sangat berbeda. Kami tidak pernah menyangka dalam sebuah museum yang hanya bercerita Padi, tetapi dikemas secara interaktif. Sebuah lukisan indah mengelilingi lingkaran gedung itu. Lukisan tampak hidup dan seolah kita diajak berkomunikasi langsung dengan masyarakat setempat, dan seolah kita berada di sebuah sawah dan menikmatikegiatan membajak sawah. Kerbau seolah hidup dan para petani seolah bercengkrama mesra di bawah terik mentari. Sementara pengunjung bisa menikmati pemandangan tersebut diatas kursi yang bergerak secara otomatis. Lukisan raksasa dan manik-manik batu diatur untuk menciptakan kesan persawahan yang natural. Tidak hanya anak-anak yang bisa menikmati suasana sawah saat itu, kami pun turut menikmati pemandangan yang seolah hidup.


MARI KITA REFLEKSI…

Kalau di negara kita, Indonesia, sekali mendengar kata museum pasti orang mempunyai persepsi bahwa museum itu identik dengan bosan, nggak menarik, usang, nggak terawat dan beberapa impresi negatif lainnya. Tapi ternyata, tanpa bermaksud mengagungkan beberapa tempat pariwisata di Malaysia, museum Padi yang ada di Kedah ini sungguh tertata rapi, menarik, interaktif dan memberi nilai edukasi yang tinggi.
Jujur saja, saya sebagai seorang anak desa yang terbiasa dengan pemandangan kerbau dan sawah sedikit merenung sejenak. Apa bedanya dengan alam Indonesia dengan kekayaan padi yang cukup melimpah. Saya teringat ketika saya pulang kampung sepanjang Karawang adalah hamparan padi yang luas. Kota Cianjur yang sangat terkenal dengan kualitas padinya yang baik, serta belahan bumi tasikmalaya yang kini sedang mengembangkan teknik penanaman padi dengan sistem bioteknologi. Begitu juga dengan hamparan sawah di Kabupaten Ciamis. Kurang apa kita ini sebenarnya? Mengapa di Malaysia lahan persawahan padi yang tidak lebih luas dari Indonesia, bisa menciptakan image penghasil padi yang baik, dan yang paling membanggakan adalah bisa membangun satu museum yang justru memperkuat image bahwa Malaysia khususnya negara bagian Kedah sebagai penghasil padi yang baik. Mengapa anak-anak kota di kita tidak pernah tertarik dengan pemandangan desa atau mengetahui lebih jauh asal usul nasi sampai akhirnya mereka bisa menikmatinya setiap hari? Peralatan apa saja yang dipakai dalam proses bertani?

Herannya, suasana pengunjung saat itu sangat ramai. Walau bukan di hari libur. Tentunya kunjungan dari sekolah, bahkan umum bagian dari pengunjung di museum padi. Sangat mungkin anak-anak di Indonesia banyak yang tidak mengenal padi dan sawah, padahal itu menjadi makanan pokok mereka.
Kunjungan saya ke museum Padi bersama rekan-rekan lainnya sungguh memberikan kesan yang menarik. Penataan museum yang interaktif dan informatif, dan yang paling penting adalah pelayanan yang dilakukan oleh para pekerja yang ada di museum Padi. Dari pengamatan saya muncul satu kesimpulan bahwa bagaimana agar kunjungan ke musium itu menarik, semuanya tergantung pada tingkat ”How to package?”
Beberapa musium di Indonesia saat ini mungkin keadaannya kurang terawat, kurang penataan, dan tidak interaktif sehingga secara jujur orang mengatakan ”malas” untuk berkunjung ke musium. Padahal jika digali lebih dalam, keberadaan musium sangat berguna, diantaranya untuk media pendidikan, penanaman rasa cinta terhadap nilai sejarah, serta menjadikan cara bepikir yang lebih integratif ketika melihat sesuatu yang sifatnya ”past things in the past time”

Ada yang harus dipikirkan kembali bahwa konsep musium bukanlah hanya menyimpan benda-benda lama dengan keterangan tanggal dan apa yang terjadi pada saat itu. Lebih dari sekedar itu. Image inilah yang membuat orang bosan untuk berkunjung ke musium karena penataan atau layout yang tidak pernah berubah, benda yang dipajang itu–itu saja dan penerangan yang tidak optimal. Mungkin benar sebagian keadaan tersebut, tapi mari kita sedikit berkreatif untuk menjadikan musium lebih menarik.
DR. Basri seorang dosen di bidang Pariwisata di Malaysia, mengatakan bahwa pengelolaan museum harus memiliki beberapa tahapan penting dalam pengelolaannya, diantaranya:

1. How to package
Tahapan ini lebih menekankan bagaimana seharusnya mengelola musium di lihat dari berbagi aspek, diantaranya: penentuan segmentasi pasar, promosi dan nilai esensinya. Memang sepertinya proses ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, tapi paling tidak dengan modal yang ada bisa digunakan untuk alokasi pengelolaan dengan tepat.

2. How to set the layout
Biasanya penataan sebuah musium cenderung membosankan, karena penyimpanan benda yang tidak pernah berubah dan benda yang itu-itu saja. Hasilnya suasana bosan tercipta. Untuk menghindari hal ini, pengelola bisa saja membuat satu tempat tambahan yang bisa menjadi atraksi tambahan sehingga pengunjung tidak merasa bosan. Sebagai contoh jika musium itu bercerita tentang dokumen-dokumen masa lalu, maka sebagai tempat atraksi tambahan lainnya bisa disediakan tempat untuk menampilkan buku-buku terbaru di dunia yang akan terbit tahun ini. Lebih menarik bukan?

3.How to be creative
Ketika sebuah musium ingin bercerita tentang sejarah negerinya, namun pesan itu harus tersampaikan pada level anak-anak, pengelola haruslah berpikir kreatif bagaimana menciptakan bentuk atraksi yang menarik untuk kategori anak tanpa mengurangi nilai yang disampaikannya. Misalnya dengan peran boneka, atau gambar-gambar lucu, atau bisa saja disediakan pendongeng dengan penguasaan suara, mimik, bahasa tubuh yang menarik. Tentu saja sebagai pengelola harus berani mengeksplor kemampuan berkreatifitas sehingga dengan munculnya ide-ide segar bisa merubah image musium yang usang menjadi musium yang lebih menarik.

Demikianlah refleksi yang bisa disampaikan. Kiranya akan menjadikan kita untuk berpikir lebih kreatif bagaimana caranya mengelola museum-museum yang ada di Indonseia agar lebih tertata lebih baik. Terlebih, bagaimana agar bisa menumbuhkan kesadaran akan pentingnya museum sebagai media edukasi dari generasi ke generasi.

Monday, April 27, 2009

KECEPATAN BATIN LEBIH CEPAT DARI KECEPATAN CAHAYA

Dalam renungan batin, aku teringat sebuah ungkapan hatinya saat itu, jauh sebelum aku pergi ke negri Jiran. Saat itu jarak Kota Bekasi dan Desa Panjalu telah menjadi latihan dasar dalam memupuk cinta yang kami punya. Inilah ungkapannya:

”kecepatan batin lebih cepat dari kecepatan cahaya.Walau belum ada ilmuwan yang menemukan rumus di atas aku yakin itu. Walau aku dan dia ada perpisahan fisik dulu tapi engkau telah menciptakan akal dan hati hingga aku merasa dekat” (Yoppy Yohana, 2007)

”Engkau pun dekat Ya Allah karena sebagian kecil dari SIFAT, ZAT DAN ASMAMU engkau berikan pada manusia termasuk hamba. Engkau pun akan mengetahui sampai hati yang terdalam kepada seluruh ciptaanMu karena 3 hal di atas.” (Yoppy Yohana, 2007)

Dua quote diatas adalah bagian dari perasaannya. Pasca satu bulan ijab qobul Mei 2008, aku dan dirinya berusaha melatih kesabaran kembali. Ya sabar untuk segala hal. Dan ketika rindu itu datang, aku hanya bisa membuka ungkapan hatinya yang pernah di tulis di dalam notebook ini.

Dua semester segera berlalu. Kini aku tinggal menghitung hari untuk bisa kembali ke pangkuan tanah kelahiranku. Dua semester yang cukup melelahkan dengan segala tumpukan tugas kuliah, akhirnya aku bersyukur bisa melewati masa-masa itu. Rindu untuk suamiku hanya bisa aku simpan dalam hati, dan kuminta kepada-Nya agar rindu tulusku tersampaikan dalam hembusan doa penuh cinta.

Rindu, harapan, kesetiaan, dan keikhlasan adalah pupuk cinta untuk kami. Tak ada yang bisa menggantikan ketenangan diri kita selain hati kita sendiri. Antara Sintok-Malaysia dengan Panjalu-Indonesia telah menjadi bukti kekuatan cinta yang tulus diantara kami.

Untuk Aaku
Di tanah Panjalu
Sintok-Malaysia 27 April 2009

Saturday, March 21, 2009

FILOSOFY SEMUT

Dibandingkan dengan semut, tubuh kita jelas lebih besar. Tapi bukan berarti lebih besar itu akan menjadi lebih kuat. Tatkala 1 semut kecil mampir diatas kulit kita, maka secara spontan tangan mencari sumber dimana itu semut berada. Terlebih ketika semut itu menggigit bagian dari tubuh kita, rasanya ingin segera dibunuh makhluk kecil itu. Badan manusia yang sebesar ini ternyata perang dengan seekor semut yang kecil, cukup seimbangkah jika di lihat dari teori bala tentara perang?

Baiklah, kali ini tidak akan dibahas siapa yang menang atau siapa yang kalah.Atau siapa yang punya badan kecil dan siapa yang punya badan besar. Walaupun pada kenyataannya selama ilmu di jagad raya ini berkembang tetap manusia mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada semut.

Dibalik badannya yang kecil, kita bisa belajar beberapa hal dari semut. Pertama, Pernahkah kita memperhatikan semut yang sedang merayap diatas dinding tembok? Mereka berjalan beriringan dan satu sama lain saling menyapa tanpa ada satu pun yang terlewat. Dalam hal ini bisa dikatakan mereka begitu menjaga silaturahmi. Lalu bagaimanakha dengan diri kita, antar tetangga saja bisa saling menjatuhkan, bahkan lempar kebencian. Sudahkah kita menjaga silaturahmi setiap hari?

Kedua, aku melihat sekelompok semut itu membawa sebuah bangkai serangga yang lebih besar dari ukuran badan semut itu sendiri. Sepertinya, kelompok semut ingin membawa bangkai itu ke sebuah tempat yang sudah mereka siapkan. Entah ada berapa semut yang ada dikelompok itu. Secara bersamaaan mereka saling menggotong dan menggiring bangkai itu dengan penuh kekompakan. Saat itu juga aku sebagai manusia yang diberikan kelebihan Tuhan akan pikiran dan akal, berpikir sejenak. “Semut saja bisa melakukan kedekatan dan kekompakan yang luar biasa, bagaimana dengan kita?”

Tuesday, March 3, 2009

Kembali Rindu untuk Tanah Sunda

(Sintok-Kedah Malaysia/3rd March 2009)

Ini adalah awal Maret. Itu artinya, sudah masuk bulan ketiga aku berada di Negeri Bagian Kedah Malaysia, setelah sempat pulang break semester pada bulan November –Desember. Tugas kuliah semakin banyak, dan alhamdulillah aku sudah bisa menyicil sedikit demi sedikit biar tidak keteter. Ini adalah semester terakhirku di Universiti Utara Malaysia, mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan dalam perjalanan studi ini. Walaupun hanya empat mata kuliah yang diambil, tapi bisa dibayangkan setiap mata kuliah ada tugas paper minimal 2, individual dan group project. Mata kuliah yang sedang diambil semester ini adalah Accounting, Research Methodology, Law and Ethics, serta Strategic Management.

Malam ini rinduku ke tanah sunda tak bisa terelakkan. Sebelum aku berangkat awal januari, suamiku tercinta Kang Yoppy Yohana, membawakan satu keping DVD berisikan lagu-lagu sunda. Katanya dibawa kalau kangen lagu-lagu sunda atau kangen mau pulang. Disaat tumpukan-tumpukan tugas yang belum selesai, sekejap kuperdendangkan lagu-lagu itu. Tenang rasanya, rinduku semakin dalam pada tanah kelahiranku ti tanah sunda. Rekanku dari Batak, ternyata juga menyukai lagu sunda. Begitu juga dengan rekan sekamarku yang berasal dari Padang-Sumatera Barat, juga tampak menikmati lagunya. Senang rasanya dua rekanku yang berbeda latar belakang budaya bisa menghargai budaya dan seni orang lain.

Kami pun tak terasa menyanyi bersama lagu sunda, temanku yang dari Batak tampak semangat menyanyikan lagu sunda dengan nada yang lumayan dan lirik yang banyak salah. Tapi aku tetap menghargai usahanya, paling tidak cita-citanya yang mulia menjadi sinden bisa terwujud setelah program Double master kami selesai di bulan Mei 2009.

Dan ini lagu yang kuhayati malam ini berjudul ”Sorban Palid”
Bagi teman-teman yang merasa orang Sunda, ataupun pecinta lagu-lagu Sunda, maka pasti tahu lirik dan nadanya.

SORBAN PALID

(NN)

*Akang haji sorban palid
Palidna ka Cikapundung
Akang Haji sumangga calik
Ulah osok kang haji
Babari pundung


Akang Haji sorban palid
Palidna mah ka Cikamiri
Akang Haji duh ulah balik
Ulah osok kang haji
Da nganyeunyeuri


Kaso pondok kaso panjang
Kaso ngraroyom ka jalan
Sono mondok sono nganjang sono patepang di jalan


Cukleuk leuweung cukleuk lamping
Jauh ka sintung kalapa
Lieuk deungeun lieuk lain
Jauh ka indung ka bapa


Kembali ke *

Nah itu dia liriknya, dan masih ada beberapa lagu-lagu sunda lain yang kami nikmati malam ini seperti: Mojang Priangan, Manuk dadali, Peuyeum Bandung, Teungteuingeun, Leungiteun, Neng Geulis dan Hariring kuring.

Sunday, March 1, 2009

Sasak Kahirupan


Mimiti na mah
Tina mata turun kana hate
Hate gumbira, ningal mata anu pinuh ku cahaya
Teu nyangka
Kuaya manehna
Kuring ngarasa bagja


Ayeuna, sasak kahirupan geus ngalalakon
Dua insan ngahiji pikeun hirup sauyunan
Na enya kitu?
Mangsana geus datang
Tinggal urang daek tawakal
Allah moal jalir tina jangjina
Sabar diwales ku kanikmatan

Duh Gusti...
Kuring sono kana sorot matana
Leuleuy ucapna
Tenang hatena
Sono kana solehna

Ieu sasak kahirupan teh?
Takdir Allah nu teu bisa dijieun ku elmu manusa
Ieu mereun nu ngaran anugrah teh?
Sanajan jauh, hate tetep pageuh jeung manehna
Ieu sasak kahirupan teh kitu?
Moal urug katinggang taneuh
Moal ledak ku cai hujan
Moal lebur ku waktu
Moal pareum ku angin
Lamun doa jadi panungtuna
Lamun bener ngaimamanana
Lamun ikhlas nu ditungtuna
Lamun sabar nu jadi makmumna

(Sudut Bilik Kachi, 02.12, Maret 1, 2009, Malaysia)

Cinta Tulusku Tanpa Batas Untuknya




























Selat Malaka yang memisahkan kita saat ini
Itu bukan satu pembatas hati
Hati selalu terjaga dengan ikhlas dalam doa


Famosa di Malaka
Petronas di Kualalumpur
Geoforest park di Langkawi
Cameron Higland di Pahang
Casino di Genting
Semuanya memang indah, tercipta karena Maha Agung-Nya

Tapi cinta ini tak bisa tergantikan
Oleh apapun dan batas apapun
Dimana cinta itu sekarang?
Jawabnya ada dalam DOA


Tak mudah aku melangkah untuk menyibak alam Jiran
Kekasih hati kutinggalkan untuk sementara putaran waktu
Aku pasti kembali dengan utuh, tidak hanya ragaku yang kini jauh terbatas oleh selat antara Malaysia-Indonesia
Tapi jiwaku yang tak pernah pergi dan selalu kujaga dalam detik waktu

(Untuk Aaku tercinta, dalam dekapan rindu selalu)